Masih di hari kamis, 15 November 2012, setelah paginya saya dan teman-teman mengunjungi Taman Nasional Kelimutu, kemudian siangnya kami mampir sebentar ke Pantai Batu Hijau yang masih berada di Ende, tepatnya didaerah Penggajawa. Di pantai ini juga terdapat pendulangan batu hijau yang dilakukan oleh masyarakat sekitar pantai, batu hijau disini bermacam-macam ukurannya, mulai dari yang kecil banget sampe yang besar. Ini beberapa penampakannya...
|
Pasirnya hitam |
|
Penampakan pantainya... |
|
Batu warna hijau dikanan, non hijau dikiri :D |
Cukup asiklah ketemu pantai siang-siang gini, walaupun pantainya kalah jauh sama pantai-pantai di Komodo :p Selanjutnya, kami meneruskan perjalanan menuju Desa Bena yang terletak di Bajawa. Jujur ya, saya baru mendengar nama Desa Bena saat mendekati trip Flores ini, tepatnya di awal Bulan November. Saya bahkan belum sempat browsing dan nanya-nanya tentang Bena ini, bener-bener deh fokus saya kali ini, cuma pengen ke T.N Komodo sama Kelimutu, lainnya saya anggap distraction. Tapi, ternyata interesting distraction lho :D
Sekitar sorean, kami sampai di Desa
Bena, yang ternyata merupakan salah satu desa megalitikum di pulau ini. Setelah Om Obet selesai mengisi buku tamu dan membayar sumbangan sebesar Rp 50.000, saya langsung berjalan mengelilingi desa, sangat menarik ternyata.....
|
Amazingly Bena |
|
Atapnya ditutupi jerami |
|
Anak-anak Desa Bena |
|
Me & Bena |
|
Era Megalitikum :D |
Sekilas tentang Bena :
Kampung ini saat ini terdiri kurang lebih 40 buah rumah yang
saling mengelilingi. Badan kampung tumbuh memanjang, dari utara ke selatan.
Pintu masuk kampung hanya dari utara. Sementara ujung lainnya di bagian selatan
sudah merupakan puncak sekaligus tepi tebing terjal.
Ditengah-tengah kampung atau lapangan terdapat beberapa bangunan yang mereka menyebutnya bhaga dan ngadhu.
Bangunan bhaga bentuknya mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sementara ngadhu
berupa bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga
bentuknya mirip pondok peneduh. Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan
keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan
kurban ketika pesta
adat.
Kampung ini sama sekali belum
tersentuh kemajuan teknologi. Arsitektur bangunannya masih sangat sederhana
yang hanya memiliki satu pintu gerbang untuk masuk dan keluar, Menurut
catatan Pemerintah Kabupaten Ngada,
Kampung Bena diperkirakan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu. Hingga kini
pola kehidupan serta budaya masyarakatnya tidak banyak berubah. Dimana masyarakatnya
masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Bangunan arsitektur Bena tidak hanya merupakan hunian semata,
namun memiliki fungsi dan makna mendalam yang mengandung kearifan lokal dan
masih relevan diterapkan masyarakat pada masa kini dalam pengelolaan lingkungan
binaan yang ramah lingkungan.
Nilai yang
dapat diketahui bahwa masyarakat Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya ialah lahan pemukiman
yang dibiarkan sesuai kontur asli tanah berbukit. Bentuk kampung Bena
menyerupai perahu karena
menurut kepercayaan megalitik perahu
dianggap punya kaitan dengan wahana bagi arwah yang
menuju ke tempat tinggalnya. Namun nilai yang tercermin dari perahu ini adalah
sifat kerjasama, gotong royong dan mengisyaratkan kerja keras yang dicontohkan dari leluhur mereka
dalam menaklukkan alam mengarungi lautan sampai tiba di Bena.
copas dari wikipedia
|
View Bena dari atas |
|
Rumah di Bena |
|
Tenunan yang dijual |
|
Desa diatas bukit, jadi viewnya AJIB |
Oke, karena langit sudah mau gelap, maka kamipun harus segera pergi meninggalkan desa ini, sementara kami pergi, banyak turis asing (sekitar belasan orang) mulai berdatangan kesini dengan membawa kasur lipat. Ternyata turis-turis ini akan menginap disini, mereka ingin merasakan suasana tenang dan sejuk di perkampungan megalitikum ini, lagi-lagi saya bangga sekali pernah kesini :)
Malamnya, kami menginap
dirumah Om Karel yang terletak di Ruteng. Om Karel adalah sopir kami selama
perjalanan menyusuri Flores, dia dengan baik hati menawari kami untuk menginap
dirumahnya \(´▽`)/
Keluarga Om Karel sangat ramah dan menyenangkan, kami bersepuluh bisa
meluruskan badan malam itu, ditemani dinginnya Ruteng. Alhamdulillah malam ini bisa menginap gratis...
|
Kami bersama keluarga Om Karel |
Jumat, 16 November 2012
Hari ini saya bangun
pagi-pagi sekali, setelah sholat subuh, saya berjalan-jalan mengelilingi
perkampungan rumah Om Karel barengan Anggi, Ramdan dan Tyo. Sedangkan yang lain
masih pada molor, asik sama mimpinya, skip aja deh! Oiya, sebelumnya kami
mampir dulu untuk membeli camilan donat yang di shake dengan gula halus (karena
kelaperan). Sambil jalan-jalan pagi sambil makan donat deh :D
Capek jalan-jalan, kami
kembali kerumah Om Karel dan yang lainnya masih pada asik tidur Ҩ(° ̯˚)Ҩ Saya dan Anggi berinisiatif untuk memasak mi rebus
sebagai sarapan. Dan pagi itu, ditemani nasi dan mi telur rebus, kami dan
keluarga Om Karel makan dengan lahapnya \(´▽`)/
Sekitar jam 10 siang, kami
meninggalkan rumah Om Karel untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Labuan
Bajo. Ditengah perjalanan, kami berhenti di sebuah desa tertua di kota Ruteng.
|
Rumah Kerucut :D |
|
Katanya, rumah ini ditempati 40 KK lho |
Sorenya, kami sampai juga di
Labuan Bajo (lagi) dan kami (lagi-lagi) menginap di Hotel Wisata, saya sekamar
dengan Anggi dan Diyan. Sekitar jam setengah 5 sore, saya barengan dengan Anggi
dan Dimas berjalan-jalan disekitar pelabuhan sambil jajan cilok (pentol) dan
memburu sunset yang lumayan keren :) Btw, cilok disini mahal, masa seribu cuman
dapet 2, tapi setelah ditawar Dimas, akhirnya seribu dapet 3 deh \(´▽`)/ Capek jalan-jalan, kami mampir ke toko oleh-oleh
untuk beli kaos.
|
Sunset |
|
Suasana malam di Labuan Bajo |
Okee, malam ini adalah malam
terakhir di Labuan Bajo, makanya sayapun gak capek-capek untuk jalan-jalan
disini (sampe jam 11 malam). Sampe bapak pemilik toko dan pemilik warung nasi
padang pun saya ajak ngobrol, maklumlah mereka juga orang jawa, karena sama-sama ketemu orang Jawa, mereka jadi betah ngobrol deh, ngobrolnya dari era 80an, infrastruktur sampai pemerintahan :D Saya memutuskan untuk tidur jam 12 malam,
karena besok saya akan melakukan perjalanan panjang menuju Denpasar via darat-laut.
Tetep semangat ya ikutin cerita saya sampe balik ke Surabaya lagi...
Pengeluaran :
Lunch (Bakso + Nu Green Tea) Rp 17.000
Jajan di Ruteng Rp 6.000
Dinner (Gado-gado) Rp 10.000
Hotel Wisata Rp 50.000
Jajan Cilok Rp 3.000
Urunan tiket masuk 14-16 Nov Rp 21.500
Kaos 2 pc Rp 120.000
Bis (Labuan Bajo - Denpasar) Rp 340.000
Total Pengeluaran Rp 567.500
Gw juga pernah ke Flores, tapi cuman ke Labuan Bajo aja, Ga nyangka banget di Flores ada desa macam desa bena. Lo keren bisa nyampe ketempat macam begini, 2 jempol deh buat lo!
BalasHapusSalam kenal dari Bekasi...
Terima kasih :)
BalasHapusSemoga kamu bisa kembali ke Flores lagi ya (suatu saat)
keren banget ini desanya...
Salam kenal juga dr saya :)